"Ini yang Saya Pelajari dari Dahlan Iskan"

Oleh:
ASEC (Actual Smile English Club) Founder
Mahasiswi Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM

Adalah salah satu kesempatan emas ketika bisa duduk menikmati Diskusi Entrepreneurship : Bisnis Ala Sepatu Kats bersama Dahlan Iskan selaku keynote speaker, Hanafi Rais (Ketua Yayasan Budi Mulia Dua), dan Nanang Syaifuddin (CEO Rumah Warna). Mereka berbagi kesuksesan dan inspirasi bagaimana membangun kepercayaan diri memulai bisnis dan membinanya pada Sabtu, 19 Oktober 2013 pukul 08.00 - 12.00 WIB di ruangan Bangsal Mataram, Bank Indonesia, Yogyakarta. 


Poin  utama yang justru saya dapat bukan semata- mata tentang bisnis yang erat kaitannnya melulu dengan profit atau keuntungan finansial. Saya mencermati bagaimana kolaborasi asik antara kreativitas dan semangat berkompetisi pemuda Indonesia yang jauh dari sorotan media massa pada umumnya. Sisi optimis yang bersemayam. Semangat yang menyulut kemajuan. 

Saat itu saya dapat hadir karena undangan dari Komunitas TDA Kampus Jogja kepada komunitas ASEC (Actual Smile English Club) yang saya kelola sejak 2011. Bagi saya, ini satu kehormatan karena kapan lagi komunitas yang masih muda turut dilibatkan menyaring inspirasi langsung dari tokoh nasional dan internasional sekelas Dahlan Iskan serta mendapat pengetahuan praktis dari pemuda penggiat pendidikan seperti Hanafi Rais dan Nanang Syaifuddin pemilik Rumah Warna dengan omzet milyaran itu. 

Dalam pembukaannya, Dahlan Iskan menyampaikan pentingnya kita melihat nasib bangsa Indonesia dengan kacamata optimis. Gelombang optimisme dan pesimisme terlalu sering beradu dalam media massa dan menampakkan banyak sekali pesimisme terhadap kemajuan bangsa. Hal ini tentu tidak baik karena bangsa yang besar justru bangsa yang tidak mudah mengeluh, tetapi terus membangun diri. 

Lihatlah sekarang, media massa justru sering menampilkan keluhan- keluhan yang kurang mencerminkan sikap bangsa yang solutif. Bisnis merupakan salah satu modal baik untuk menciptakan solusi. Menciptakan lapangan kerja dan aneka pemberdayaan bagi sosial dan alam sekitar. 

Dalam salah satu sesi terdapat adu kreatifitas yang dipimpin Dahlan Iskan sendiri. 

Beberapa peserta maju ke panggung untuk memaparkan sekilas usaha kreatif mereka. Ada yang bergerak dalam hal programming, makanan ringan, desain akrilik, dan desain aksesoris yang terbuat dari limbah alam daun kering. Sesi ini juga dilanjutkan Tanya jawab dari peserta untuk Dahlan Iskan. 

Banyak ditemui pertanyaan mengenai kiat sukses membagi waktu dan teknis lain, namun tanpa segan Menteri BUMN yang akarab dengan sepatu kats ini justru mengatakan tidak tahu jawabannya. Hal ini dilakukan lebih didasarkan agar penanya juga menggali jawabannya sendiri dan segera menemukan jawaban dengan mempraktikkan langsung solusinya. 

Ada satu kutipan bagus yang saya catat bahwa inspirasi hanya lahir dari orang- orang yang sepenuh hati memikirkan usahanya. Bisnis itu seperti ketika kita sedang memiliki bayi. Butuh perhatian lebih dan terus- menerus. Inti dari bisnis juga fokus. Dahlan juga tidak segan- segan menyatakan bahwa kondisinya saat ini terjadi karena keprihatinan perjuangan sang ayah yang seorang buruh tani dan takdir! 

Dari semua kejadian ini, saya pun dapat mengambil hikmah bahwa bilanglah tidak tahu untuk hal yang orang bisa selesaikan sendiri. Ini pembelajaran yang unik ketika kita bisa menjadi probadi yang tidak sok tahu terhadap jawaban permasalahan orang lain. Hal ini juga sekaligus melatih orang lain untuk berkomunikasi lebih baik dengan kehidupannya.

Sebagai orang yang belajar dalam dunia tata kota, kaitan bisnis juga tidak dapat dipisahkan dari laju pertumbuhan kota. Ekspansi- ekspansi bisnis juga menentukan ekspansi-ekspansi ruang usaha entah itu di mall- mall, kedai- kedai, industri rumahan, serta fasilitas pendidikan seperti yang dilakukan Yayasan Budi Mulia Dua (walaupun sudah dikatakan oleh Hanafi Rais bahwa misi utamanya bukanlah bisnis, tetapi pembentukan happy learning pada anak didik melalui institusi pendidikan). 

Erat kaitan antara legal formal yang dibutuhkan oleh kaum pebisnis untuk menjalankan usaha. Ruang akan menjadi komoditas yang rawan akan konflik kepentingan. Bisnis di satu sisi menjadi bentuk gelombang optimisme, namun urusan legal formal juga patut diperhatikan. Bagaimana kemudian usaha ini tidak menyalahi peruntukan lahan permukiman untuk ekonomi, atau kawasan permukiman menjadi pendidikan misalnya. Ini memang forum bisnis, tetapi telah turut memberi kontribusi pemikiran dan pemicu bagi saya memikirkan gagasan mengenai masa depan Yogyakarta khususnya. 

Okupansi bisnis seyogyanya dibarengi dengan okupansi pengetahuan tata ruang. Segmen tata ruang juga terbukti menyentuh hingga masalah sosisl, ekonomi, dan budaya sehingga bukan tidak mungkin bahwa Yogyakarta ke depan menjadi panutan pusat bisnis unik dimana nilai- nilai budaya masih tampak dan dibarengi dengan nilai- nilai tata ruang yang sehat. 

Dari kaum pebisnis inilah kemungkinan akan muncul apa yang saya pikirkan sebagai City of  Valued Business, kota dengan basis bisnis yang memiliki nilai- nilai namun tidak hanya sekedar nilai ekonomis, tetapi juga nilai hakiki kemajuan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fade Out Management : All About DJ

[Event] SEMINAR DREAM CATCHER MERRY RIANA #DC2015